Tuesday, July 22, 2014

Warisan

Tulisan ini bukan tentang pembagian harta dari orang tua saya, bukan juga tentang art shop ternama di Bali, tapi hikmah yang dapat diambil dari keseluruhan proses pemilihan umum.

Pemilu resmi usai dengan dimenangkannya pasangan Jokowi-JK atas pasangan Prabowo-Hatta oleh KPU Selasa (22/7) malam. Kemenangan dengan selisih lebih dari 8 juta suara. Tidak banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, tapi juga tidak sedikit jika hendak dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa TPS. Jadi bagi mereka yang masih kontra dengan Jokowi, harus pasrah menerima nasib dipimpin oleh Presiden yang "kerempeng, polos, tidak gagah, kurang tegas, dan boneka" (mengutip ungkapan yang sering dipakai oleh sebagian masyarakat tentang Jokowi).


Kejadian yang sangat menarik hari ini adalah keputusan mundurnya pasangan Prabowo-Hatta sebelum pengumuman oleh KPU. Saya sendiri merasa bahwa apa yang dicapai Prabowo adalah sebuah prestasi, mampu meraih 46% suara rakyat Indonesia. Bandingkan dengan hasil jajak pendapat atau survei sebelum Pemilu dimulai, meningkat drastis! Atau bandingkan dengan pencapaiannya di Pemilu 2009. Apalagi kampanye hitam atau negatif tentang Prabowo cukup masif di media sosial. Perolehan suara sedemikian tinggi adalah sebuah prestasi!

Sayangnya tidak demikian yang terpikirkan oleh Bapak gagah itu. Prestasi adalah menjadi pemenang, mungkin mengikuti peribahasa "sejarah dibuat oleh para pemenang". Andai beliau tetap bangga dengan prestasi dan pencapaiannya, itu akan menjadi teladan yang baik bagi bangsa ini. Warisan yang sangat berharga dari tokoh yang dikagumi nyaris setengah pemilih 2014. Agar masyarakat juga sadar hasil akhir bukan segalanya, yang terpenting adalah prosesnya. Timnas tak harus menjuarai AFF asal permainan di lapangan memuaskan dan pembinaan pemain jelas. Contohlah Jerman yang  tetap bangga pada Joachim Loew dan menggunakan jasanya meski tak berhasil meraih trofi di tahun 2010 dan 2012. 

Warisan yang akan membuat bangsa ini tak selalu mencari hasil instan, dan akhirnya menghalalkan segala cara. Andai warisan ini terwujud, saya yakin soal ujian nasional tak perlu lagi dikawal polisi, beras tak lagi dipakaikan pemutih, anak TK tak perlu lagi les tulis dan hitung, dan aneka jalan pintas lainnya dalam kehidupan. Nikmatilah prosesnya, dan hargai setiap pencapaian yang kita raih.

Warisan yang tak kalah penting adalah mengakui kekalahan. Saya sendiri kurang sependapat dengan jargon bahwa dalam Pemilu tidak ada yang menang-kalah, yang menang rakyat Indonesia. Setiap kompetisi akan menghasilkan pemenang dan pecundang, dan kekalahan sama pentingnya dengan kemenangan, karena mengajarkan pengalaman dan kesiapan hati. Cina tak pernah bosan mengirimkan atlet bulutangkisnya berlaga di berbagai ajang, selain menimba ilmu, juga untuk belajar menghadapi kekalahan secara teknik dan mental. Jangan sampai generasi penerus melihat bahwa sosok penting di negeri ini saja tak mau mengakui kekalahan, apalagi mereka.

Jayalah terus Negeriku!

1 comment: