Friday, February 12, 2016

Sisi Lain Lombok Yang Mungkin Tak Kamu Ketahui (Part 2)


Lombok, tak cukup satu tulisan kali ini saya sambung lagi dengan sekuelnya, masih tentang hal-hal unik yang terjadi di Lombok dan mungkin saja tidak terjadi di daerah lain di Indonesia.


5. Tukang Parkir, tukang parkir dimana-mana

Ciri khas kota berkembang di Indonesia adalah keberadaan tukang parkir, terutama tukang parkir liar yang tidak berseragam, tidak memberikan karcis parkir, dan tidak tahu uangnya disetorkan kemana. Memang parkir menjadi ladang penghasilan yang menggiurkan, Gubernur DKI sampai berani menggaji tukang parkir liar 2 kali UMP atau sekitar 6 juta rupiah setiap bulan, asal mau menjadi tukang parkir resmi dan menyetorkan uang parkir ke Pemprov DKI. Berarti setiap tukang parkir diperkirakan mampu meraup lebih dari 6 juta rupiah setiap bulan! Bandingkan dengan menjadi kuli panggul di pelabuhan, sebulan dapat 1,5 juta rupiah sudah beruntung, belum biaya jamu buat encok pinggangnya.

Di Lombok juga sama, apalagi di kota Mataram, tukang parkir ada dimana-mana. Yang membuat unik adalah lokasi tukang parkir liar itu bekerja, seperti:

  1. Di area parkir Bank BUMN, yang mana sudah ada beberapa satpam yang berjaga dan area parkir ada di dalam lingkungan tembok Bank BUMN tersebut. Kalau dipikir-pikir, lebih aman motor dijaga sama satpam bertubuh kekar daripada oleh tukang parkir semenjana. Tukang parkir liar itu juga tidak membantu merapikan motor atau menyeberangkan di jalan.
  2. Di minimarket waralaba yang memiliki kebijakan bebas parkir. Di parkiran minimarket ini biasanya di awal berdiri akan dicat kata-kata “BEBAS PARKIR” berwarna putih, dan nantinya hanya tinggal kata “PARKIR” yang tersisa. Tapi ada sih beberapa tukang parkir baik yang mau mengambilkan air galon dan menaikkan di motor, dengan bayaran yang sama Rp1.000,00 dengan tukang parkir yang hanya modal nongkrong.
  3. Di Pura (tempat persembahyangan umat Hindu). Setahu saya di Pura Melanting Cakranegara, Pura Pasupati Polda NTB, Pura Narmada, Pura Lingsar, dan Pura Suranadi ada tukang parkirnya. Bagi saya yang terbiasa di Bali, ini agak aneh sih, tempat suci bisa ditagih parkir.


Pernah saya mengalami ketika membeli nasi padang di dekat kost. Saat itu sudah malam dan gelap, ruko di kiri kanan sudah tutup, penerangan hanya dari warung nasi padang. Seusai makan dan kembali ke motor, saya melihat sesosok tubuh ganjil mendekat dari kegelapan. Semakin mendekat hingga saya bisa melihat bahwa itu bocah laki-laki berumur sekitar 5 tahun yang sedang menggendong adik perempuannya berumur sekitar 2 tahun. Bocah itu berkata “Parkirnya pak” dengan mantap. Dalam hati saya berpikir, anak sekecil ini sudah jadi tukang parkir? Saya tanya “Berapa dik?” dan dia menjawab lugas “Seribu.” Saya cari receh di dompet dan memberikannya sambil bilang “Ini sudah pas ya.” Si bocah manggut-manggut sambil menghitung receh itu. Sambil berlalu saya berpikir “Masih sekecil itu, saya kasi receh Rp500,00 dan 2 keping Rp100,00 pasti ga bisa ngitung juga jadi berapa.” Jahat ya? Dikit kok.

Saking seringya berurusan dengan tukang parkir, saya sampai memetakan jalur-jalur berbelanja atau ATM yang tidak ada tukang parkirnya dan menyesuaikan rute perjalanan dengan jalur bebas parkir tersebut. Lumayan hemat lah yau, sehari bisa 2-3 kali kena parkir soalnya.


6. Hujan-hujan enaknya cari yang anget: Gorengan! Tapi digorengnya 3 jam yang lalu

Mungkin wajar jika pedagang gorengan sudah mempersiapkan dagangannya jauh sebelum pelanggan memesan, jadi semua tempe, tahu, pisang, singkong, ote-ote, sudah digoreng dan tinggal dikemas. Cuma yang saya alami beberapa kali memang mereka menggorengnya saking jauh sebelum, gorengannya jadi super dingin dan tak lagi crispy. Jadi meski warung gorengannya tak ramai, penjualnya masih sibuk goreng-goreng sendiri sampai stok tepungnya habis.
Gorengan mungkin biasa, nah kalau martabak telor? Kalau biasanya penjual akan menunggu orang memesan martabaknya biasa atau spesial (tambah telur), di Lombok beda, penjual sudah menggoreng martabak bahkan sebelum ada yang memesan. Lalu martabak itu akan dijejer rapi seperti kasur di toko meubel, menunggu pelanggan yang berbesar hati memesan martabak berdarah dingin itu.


7. Nyongkolan, tradisi pernikahan khas Sasak

Nyongkolan adalah tradisi dimana mempelai pria akan datang bersama rombongan keluarganya untuk menjemput mempelai wanita, yang juga diikuti rombongan keluarganya. Nanti mereka akan bertemu di satu titik untuk kemudian mempelai wanita akan ikut ke rombongan mempelai wanita. Prosesi ini mirip dengan beberapa prosesi serupa di Jawa dan Bali, bedanya di Lombok untuk Nyongkolan akan diiringi oleh orkes musik yang bernama Kecimol.
Kecimol umumnya memainkan lagu khas Sasak (kadang lagu dangdut nasional) dengan tempo tinggi, jadi bayangkan jika lagu tradisional mendayu-dayu diaransemen oleh David Guetta. Dentuman bas dari speaker-speaker besar yang dibawa oleh Kecimol akan sampai merasuk jiwa setiap orang yang kebetulan melintas atau dilewati. Dalam rombongan Kecimol ini berisi penyanyi, pengatur musik, kadang ada pemain gitar dan drum, dan serombongan penari latar yang tugasnya adalah berjoged mengikuti irama dan mengikuti kemana perginya sang mempelai.
Dengan rombongan terdiri dari Mempelai+keluarga+alat musik+penari latar, maka peristiwa Nyongkolan akan menimbulkan kemacetan lalu lintas di jalan yang dilalui. Kebetulan rute dari kantor kami di Praya menuju Mataram melewati jalur yang umum digunakan untuk Nyongkolan, yakni Kec. Jonggat, Kec. Kuripan, Kec. Kediri, dan Desa Bengkel. Jadilah ketika musim kawin tiba (terutama bulan sebelum bulan puasa), rute pulang kantor yang biasa ditempuh dalam waktu 45-60 menit jadi 90-120 menit. Biasanya lewat grup Whatsapp akan langsung dikabarkan apakah di jalan ada Nyongkolan atau tidak, dan kami (terutama pengendara mobil) akan menunda pulang hingga prosesi selesai biasanya pukul 6 sore.
Teman saya mengatakan pernah saat dia pergi ke Lombok Timur dari Mataram, menemui 7 Nyongkolan! Jadi bayangkan betapa macet dan lamanya perjalanan itu. (Yang tinggal di Jakarta ga perlu ikutan membayangkan, di sana mah level macetnya sudah abnormal).


8. Menikmati indahnya Gili Trawangan di dalam kendaraan mewah

Gili Trawangan, magnet pariwisata paling populer di Lombok dari dulu hingga sekarang dan salah satu kawasan Diving tersibuk di dunia (setiap beberapa puluh meter ada sekolah Diving, ada lebihd dari 20 sekolah di satu pulau kecil). Gili Trawangan menawarkan pengalaman indahnya pantai, beragamnya biota laut, hotel dan restoran melati hingga berbintang, dan suasana malam yang hidup. Gili Trawangan, sebagaimana halnya Gili Meno dan Gili Air (jadi satu kesatuan bernama Gili MATRA) melarang penggunaan kendaraan bermotor di dalam pulau, sehingga sarana transportasi di sana adalah jalan kaki, bersepeda kayuh, sepeda listrik, atau menumpang Cidomo.
Cidomo adalah kendaraan khas Lombok berupa kereta kuda dengan roda berbahan ban mobil, dan dikendalikan oleh seorang kusir. Cidomo menjadi sangat vital di Gili Trawangan karena tidak ada opsi alat transportasi lain yang cukup cepat dan mampu mengangkut banyak orang atau barang. Jumlah Cidomo di pulau juga dibatasi sesuai aturan daerah, sehingga pulau tidak dipenuhi Cidomo saja. Dengan jumlah yang terbatas dan peran yang vital, Cidomo di Gili Trawangan memiliki tarif yang tak murah, rata-rata Rp50.000,00 sekali angkut penumpang, untuk keliling pulau bisa sampai Rp75.000,00 dan harga tak bisa ditawar karena semua Cidomo harganya seragam.
Saya dulu memang sempat mendengar bahwa harga Cidomo di Gili Trawangan sangat mahal, dan berkesempatan menanyakan langsung ke kusir Cidomo yang mengantar saat terakhir berlibur disana (eh, kok lupa ya nama Bapak itu). Dia mengatakan bahwa Cidomonya sempat ditawar Rp800 juta dan dia tolak! 800 juta rupiah! Katanya dia akan pikir-pikir kalau tawarannya di atas 1 Miliar, karena penghasilan sebulan dari Cidomo cukup untuk biaya hidup, menafkahi keluarga, menyekolahkan anak, naik Haji, hingga kawin lagi. Di Mataram memang berkeliaran mobil mewah seperti Rubicon dan Range Rover Sport, tapi ternyata Cidomo yang saya naiki-sampai kepala benjol karena terbentur kapnya saat Cidomo lewat jalan berlubang-tak kalah mewahnya dari mobil-mobil itu!
Kalau di Bali sedang laris sewa Mini Cooper untuk sesi foto prewed, maka cukup menyewa Cidomo di Gili Trawangan Anda sudah bisa sesi foto di pemandangan alam yang indah dengan kendaraan yang harganya tak kalah dengan Mini Cooper.


Berminat merasakan langsung hal-hal unik tersebut?
Ayo berkunjung ke Lombok dan jangan hanya berdiam diri di hotel!


Part 1 (BIL; SPBU; Bakso; Bioskop)

No comments:

Post a Comment