Friday, February 12, 2016

Sisi Lain Lombok Yang Mungkin Tak Kamu Ketahui (Part 1)




Siapa sih yang tak kenal Pulau Lombok saat ini? Terakhir, Pulau Lombok dinobatkan sebagai Destinasi Wisata Halal Terbaik di Dunia, mengalahkan Abu Dhabi (Uni Emirat Arab). Pulau Lombok juga berulang kali masuk nominasi pulau terindah di Asia bersama dengan Pulau Bali. Masih kurang bukti? Acara jalan-jalan di TV berulang kali berkunjung ke Lombok, baik yang sekedar jalan kaki di pinggir pantai Gili Trawangan, berenang diantara ikan-ikan dan terumbu karang di Gili Kondo, mancing di Sekotong Barat, hingga mendaki Gunung Rinjani, dan mengendarai motor trail menaiki Bukit Marese. Bahkan grup jalan-jalan Lombok makin hits dan anggotanya bertambah terus, baik di Instagram maupun di kenyataan saat gathering.

Meski telah dipublikasikan secara luas, masih ada hal-hal unik tentang Pulau Lombok yang mungkin tidak diketahui secara luas dan mungkin hanya ada di Lombok. Mungkin tidak ada di tempat lain, karena belum 1% dari Republik Indonesia tercinta ini yang saya tinggali, baru pernah di Bandung (3 bulan), Tangerang (3 tahun), Jakarta (8 bulan), Sumbawa Besar (3 tahun), dan Mataram (hampir 5 tahun sampai sekarang), tak lupa Bali (lahir, besar, tinggal di pulau indah itu).


Oya, bagi yang asli Lombok, mohon maaf kalau yang saya tulis kurang berkenan atau tidak pas ya, tapi inilah hasil pengamatan saya selama tinggal dan bekerja di pulau indah ini.

1. Bandara Internasional Lombok (BIL) rasa terminal (dulu)

Di awal dibukanya BIL tahun 2011, sering terlihat masyarakat berduyun-duyun menonton prosesi pesawat mendarat dan tinggal landas, hal ini wajar mengingat saat itu bandara dibangun di tengah kawasan pedesaan yang adanya cuma sawah dan sapi. Hal unik yang bertahan hingga sekarang adalah pengantar dan penjemput penumpang dengan jumlah luar biasa banyak! Jadi 1 orang penumpang akan diantar atau dijemput oleh sekitar 30 orang menaiki pick up! Bayangkan kalau ada 100 penumpang yang sama. Biasanya yang diantar atau dijemput seperti ini adalah mereka yang bekerja sebagai TKI atau TKW. Memang Lombok adalah salah satu daerah penyumbang TKI/TKW terbanyak di Indonesia, dengan daerah tujuan kerja utamanya di Arab Saudi.
Para penunggu penumpang sebelum dilarang masuk ke dalam
Di awal-awal, para pengantar/penjemput ini bisa masuk sampai ke dalam area pintu dalam BIL, jadi begitu turun pesawat-ambil koper-keluar pintu-Taraaa! Lautan warga yang masih berpakaian tradisional Sasak (rata-rata menggunakan kain Sarung untuk bawahan) menyambut Anda. Saking banyaknya, mereka sampai tersebar di area toilet bandara (bahkan ada yang tidur di sekitar pintu masuk toilet!). Katanya sih karena bandaranya bagus, lantai keramik dan bersih, sedangkan rumah sebagian besar warga sekitar Lombok Tengah masih berlantai tanah atau ubin. Keponakan saya ketika baru sampai Lombok bahkan kaget, dan mengira ada Demonstrasi di bandara. Keponakan saya masih orang kampung di Bali, bayangkan kalau itu adalah wisatawan asing yang terbang langsung dari Australia. Bagusnya saat ini kawasan dalam BIL sudah ditembok, dan hanya pemegang tiket yang bisa masuk ke dalam, pengantar/penjemput menunggu di area luar di jalur menurunkan penumpang.
Selain memperbaiki Layout pintu masuk, Angkasa Pura juga merapikan pedagang asongan. Jika sebelumnya di area parkir bertebaran dagang asongan penjual kopi, nasi, dan makanan ringan, saat ini sudah jauh berkurang. Jadi parkiran BIL dulu serasa taman kota, jadi tempat nongkrong (hingga malam hari) bukan untuk jemput penumpang.


2. SPBU dan Sholat Jumat

Sebagian besar SPBU di Lombok akan tutup ketika waktu Sholat Jumat (Jumatan) sekitar pukul 11.30 sampai 13.00, hal ini karena mayoritas merupakan muslim dan rata-rata pekerja di SPBU laki-laki.
Pernah kejadian dulu saya dan 2 rekan mendapat tugas penyuluhan di Selong-Lombok Timur. Seusai kegiatan, sekitar pukul 11.00 kami bergegas kembali ke Praya-Lombok Tengah, menggunakan mobil Panther berbahan bakar solar. Sialnya baru beberapa kilometer dari Selong, kami baru sadar posisi indikator solar berada di huruf E. Karena posisi kedua rekan ingin mengejar waktu Jumatan di Praya, maka kami tetap melaju tapi pelan dan mematikan AC supaya hemat solar. Sepanjang perjalanan melewati 3 SPBU dan semuanya tutup, di jalan juga tidak ada penjual yang mengecer solar. Praya masih sekitar 20 km lagi dan kami sudah mulai menerima kenyataan bahwa suatu saat mobil akan mogok dan kami harus mendorong hingga SPBU terdekat. Dengan kekuatan doa, mobil sampai juga di SPBU yang buka, karena ada 2 karyawan perempuan yang bertugas. Sejak kejadian itu jadi selalu mengingatkan diri untuk tak mencoba membeli BBM saat waktu Jumatan kalau di Lombok.


3. Kamu makannya apa? Bakso! Du di du di dam dam du di du di dam..

Entah apa hubungan Bakso dengan Lombok, sehingga warganya (terutama Kota Mataram) sangat doyan dengan bakso. Warung-warung bakso yang tersebar hampir di setiap jalan utama selalu ramai dikunjungi pembeli, bahkan yang menurut teman saya baksonya tak begitu enak juga tetap ramai. Salah satu bakso yang terkenal adalah Bakso Kopang, letaknya sebelah selatan Pasar/Terminal Kopang ada Masjid besar dan ada jalan masuk ke timur, lurus terus sampai ada warung bakso di pinggir sungai.
Bahkan ada cerita sebuah warung penjual lalapan ayam goreng-bebek goreng, beberapa teman pernah makan di sana dan enak, tapi warungnya sepi. Nah warung itu (penjualnya masih sama) kemudian berganti menjual bakso dan sekarang warungnya ramai!
Berminat membuka bisnis bakso di Lombok? Bersiaplah, persaingannya berat!


4. Mendadak Bioskop

Katanya dulu di Mataram sempat ada bioskop ditahun 80-an masa jaya-jayanya komedi dan cerita silat berbumbu cewek seksi. Tapi telah lama bioskop itu tutup dan anak-anak muda Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) jika ada kesempatan tugas ke Bali atau Jawa pasti salah satu tujuannya adalah nonton bioskop (termasuk saya). Hingga akhirnya di tahun 2015 dibuka Lombok Epicentrum Mall (LEM) lengkap dengan bioskop XXI. Antusias masyarakat yang tinggi terlihat dari seringnya tiket yang habis terjual, seperti Star Wars: Force Awakens, meski tayang di 2 studio (dari 7 studio) tetap sold out selama beberapa hari.
Sudah 12 kali saya menonton di LEM XXI dan ada perbedaan signifikan dibanding pengalaman menonton di Bali atau Jakarta, seperti penonton (biasanya rombongan 3-5 orang) yang datang terlambat 15 menit sampai 30 menit sejak film tayang. Meski terlambat, mereka tetap berjalan santai mencari kursinya, tetap stay cool. Penontonnya juga beberapa kali keluar masuk bioskop saat film berlangsung, kalau saya sih berusaha sebelum nonton sudah ke toilet dulu supaya puas menikmati filmnya. Dan penggunaan HP selama film berlangsung! Meski saya menonton ke layar besar, mau tak mau mata menangkap sumber cahaya berlayar besar yang menyala di beberapa sudut ruangan (brightness HP-nya pol-polan). Seperti terakhir saat menonton Deadpool, penonton persis di depan dan di kiri saya bermain HP, jadi setiap adegannya bukan lagi berantem atau tembak-tembakan atau sedang dialog panjang, mereka langsung bermain HP, bukan untuk membalas pesan penting, tapi sekedar browsing status FB dan status BBM.
Bagi saya menonton bioskop pengalaman berharga (secara perasaan dan secara harga tiket), tapi mungkin buat mereka harga tiket Rp30.000,00 terbilang murah, jika mereka nongkrong di pinggir Jalan Udayana Mataram dan memesan Sate Bulayaq plus Jus Alpukat, bayarnya juga sama. Tapi tak sekeren bisa nonton bioskop, XXI pula.


2 comments:

  1. Hal-hal unik di Lombok yang hanya bisa ditangkap kalau kita cukup lama tinggal di sana ya Mas :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali..minimal setahun tinggal di Lombok udah mulai kenal keunikannya.

      Delete