Sunday, September 22, 2013

LCGC, salahkah?

Akhir-akhir ini topik tentang Low Cost and Green Car (LCGC) marak dibicarakan, di media dan di dunia maya. Rata-rata pendapat yang muncul adalah menentang kebijakan LCGC ini dengan slogan : "Lebih baik transportasi umum murah daripada mobil murah" atau "Negara yang maju adalah negara yang orang kaya-nya naik transportasi umum". Well, mari kita bahas.

Saya mencoba memandang kebijakan dari Presiden ini dari segi logika, mungkin pertimbangannya berbeda dengan pendapat saya ya biarlah toh kebijakannya telah terbit dan produsen telah semangat masuk ke pasar ini.

Pertama, Pemerintah berupaya mendukung upaya mengurangi polusi udara dan mendorong pemakaian BBM non subsidi.

Apa yang bisa dilakukan? mendorong industri untuk membuat kendaraan yang hemat BBM dengan emisi minim. Bagaimana sektor usaha ini bisa bersaing dengan sektor kendaraan pribadi biasa? dengan memberikan keringanan dalam biaya-biayanya (termasuk bea masuk, pajak). Tanpa ada insentif seperti ini, sektor LCGC akan kalah bersaing dengan mobil biasa. Siapa yang mau membeli Toyota Agya jika harga jualnya sama dengan Honda Jazz? dengan CC yang kecil, tentu LCGC ini tidak bisa dipakai untuk ngebut seperti halnya Jazz. Belum lagi pemakai Jazz bisa dengan mudah membeli premium, sedang pengguna LCGC saat ini harus membeli Pertamax, atau nantinya akan menggunakan BBG.

Kedua, adakah larangan memiliki kendaraan pribadi? tidak ada.

Harapannya mungkin para calon pembeli mobil, lebih memilih membeli LCGC daripada membeli mobil lain. Ingat disini targetnya pada calon pembeli mobil, yakni orang-orang yang secara finansial telah siap untuk berkorban demi mendapatkan kendaraan pribadi. Misal Pak Budi (dulu Budi masih SD, sekarang udah jadi Dosen UGM) yang memiliki anak 2 karena ikut program KB, untuk keperluan jalan-jalan, mudik ke kampung halamannya di Bandung, dan mengantar anak sekolah, Pak Budi telah bersiap "menggadaikan" SK PNS-nya ke Bank. Sebelum ada LCGC, Pak Budi berniat mengambil Xenia bekas, namun begitu mendengar ada LCGC, Pak Budi akhirnya memilih membeli LCGC. Kebetulan di Yogya tidak kesulitan membeli Pertamax.

Ketiga, LCGC tidak akan mendorong orang miskin untuk membeli mobil.

Ada berbagai standar tentang kemiskinan, tapi pada umumnya kita sama-sama tahu bahwa orang yang mampu membeli mobil baru itu bukan orang miskin. Coba saja beri orang itu BLSM, pasti tetangganya semua demo bakar Kantor Pos. Tidak perduli belinya dari jual sawah, jual rumah, jual mobil tetangga, tetap saja ketika seseorang memiliki mobil baru, tidak bisa dikategorikan sebagai orang miskin. Siapa yang akan membeli LCGC? mereka yang mampu, golongan menengah, kaya, bahkan miliuner (asal tidak malu miliuner mobilnya "mobil murah", cuma kecenderungannya tidak malu, buktinya Fortuner dan Alphard belinya Premium). Jangan lupa ekonomi Indonesia tetap sehat tidak terkena dampak krisis ekonomi dunia salah satu penyebabnya adalah tingginya konsumsi (pembelian) dalam negeri.

Keempat, Kebijakan transportasi murah adalah kebijakan yang berbeda dengan mobil murah.

Mewujudkan transportasi murah adalah masalah kompleks, karena tingginya nilai investasi yang harus dikeluarkan. Ketika anggaran untuk membuat transportasi murah diajukan Pemerintah, apakah disetujui DPR? mungkin tidak, karena masih ada hal yang lebih penting, seperti anggaran pendidikan, infrastruktur jalan, ketersediaan pangan, pertahanan dan keamanan, kesejahteraan PNS, dan lainnya. Inilah alasannya pembangunan sarana transportasi umum biasanya bekerja sama dengan pihak Swasta sebagai sponsor.

Kalau saya melihat, kebijakan LCGC tidak menuntut investasi langsung miliaran rupiah, pemerintah hanya menerbitkan aturan yang memfasilitasi agar produsen dapat menjual mobilnya dengan harga murah. Pemerintah mungkin kehilangan potensi penerimaan disini, tapi setiap kebijakan pemerintah selalu ada pengorbanannya. Kebijakan menaikkan UMR contohnya, ada resiko perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, tapi harus diambil demi kemanusiaan. Belum lagi LCGC mensyaratkan 60% komponen mobil berasal dari produk dalam negeri, ini tentu akan berdampak baik bagi perekonomian Indonesia, apalagi di saat nilai tukar rupiah melemah, produk dalam negeri harus ditingkatkan.

----------------------

Kebutuhan transportasi murah memang menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, dan pemerintah harus berupaya menciptakan kebijakan, inovasi, dan keteladanan untuk mewujudkan hal ini. Jika Kepala Negara saja menggunakan pesawat pribadi alih-alih menggunakan transportasi umum seperti pesawat Garuda misalnya, ya rakyatnya tinggal mengikuti contoh yang ada.

 

2 comments:

  1. jadi ingat waktu minta tolong buat bikin argumen debat waktu sma kak. hehehe :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. yups..selalu ada dua sisi dik..tinggal melihat ke arah yang berbeda..

      Delete