"Dream, for God will embrace your dreams." - Andrea Hirata
Pulau Belitung yang oleh penduduk setempat disebut Belitong (seperti halnya banyak kata lain berakhiran 'u' yang disebut jadi 'o' contohnya Desa Gantung disebut Desa Gantong) pertama kali saya kenal saat masih kuliah di novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Ternyata bukan saya saja, jutaan orang lainnya juga mungkin baru mengenal Pulau Belitung dari novel yang berkisah tentang kehidupan masa kecil Andrea "Ikal" Hirata dan sembilan temannya di SD Muhammadiyah Gantong. Ketika akhirnya menonton filmnya di bioskop tahun 2008, dari situ saya dan dia memutuskan bahwa suatu hari nanti kami harus ke Belitung!
|
Belitung di latar, dari atas Mercusuar Pulau Lengkuas |
Tak terasa 8 tahun berlalu, dan akhirnya 7 Mei 2016 kami resmi menginjakkan kaki di Negeri Laskar Pelangi. Bahkan saat masih di pesawat, Pulau Belitung sudah menunjukkan keindahannya, gugusan awan mengambang rendah di atas laut yang jernih kehijauan, sehingga pantulan awan terlihat jelas di laut. Pulaunya sendiri terlihat memiliki banyak "kolam-kolam" berwarna hijau-biru-coklat yang saya yakin itu adalah Danau-danau Kaolin hasil dari lubang penggalian untuk penambangan timah yang dibiarkan begitu saja, tidak diurug kembali apalagi ditanami pohon lagi. Awan di atas langit Belitung tampak bergugus besar dan terpencar, seperti nastar putih yang bertebaran. Mungkin itu sebabnya hujan di Belitung sangat tidak merata (20 menit perjalanan ke Bandara kami mengalami daerah yang cerah-hujan-cerah-hujan deras-cerah-hujan lagi), dan karena hujan tidak merata, sangat besar kemungkinan untuk melihat pelangi.
|
Laut Belitung begitu tenang, sampai jadi cermin raksasa |
|
Pulau Belitung dan ratusan Danau Kaolinnya |
|
Danau Kaolin jadi objek foto favorit. Lihat langit yang mendung hitam dan juga cerah. |
Selama 4 hari di Belitung, menginap di Kabupaten Belitung Barat dan berkunjung seharian di Kabupaten Belitung Timur, kami simpulkan bahwa 'Jujur, Belitung Indah!'. Jujur, karena memang di Belitung sangat aman dari tindak kriminal seperti pencurian. Rumah-rumah di sana sangat jarang memiliki pagar, penduduk setempat memang menyatakan bahwa Belitung pulau kecil yang aman. Saya sendiri nyaris 4 tahun tinggal di Jakarta dan sekarang sudah 5 tahun di Lombok, jadi untuk urusan mengalami atau mendengar kasus pencurian sudah biasa. Sepeda motor selalu saya kunci dan gembok saat malam di kost, dan bahkan pintu pagar kost juga tinggi dan bergembok. Teman-teman kantor sudah mengalami kecurian, bahkan ada yang 2 sepeda motornya dicuri dalam 1 malam! Jadi ketika sampai di Pantai Tanjung Kelayang (tempat penyeberangan kapal ke Pulau Lengkuas, dan pulau-pulau lainnya di Belitung Barat), petugas parkirnya mengatakan "sudah, motornya ditinggal saja, kuncinya ditinggal juga tak apa" itu seperti Leap Of Faith bagi saya. Karena iman saya kurang kuat, jadi motor memang saya tinggal, tanpa kunci stang, dan helm hanya ditaruh di atas motor tak dikunci di sadel, tapi kunci tetap saya bawa. Saat kembali dari Island Hoping kurang lebih 6 jam, sepeda motor beserta helm masih utuh! Bahkan ada sepeda motor di sebelah sepeda motor saya yang memang meninggalkan kunci motornya tertancap.
|
Pemandangan seperti ini yang menanti saat Island Hoping |
Belitung sangat indah, apalagi kami adalah pecinta pantai, tapi pantai yang tidak terlalu ramai oleh wisatawan seperti Pantai Kuta Bali. Pantai dan pulau-pulau di Belitung masih alami, dengan air yang jernih, garis pantai yang panjang, pasir putih dan lembut, serta bersih! Penduduk Belitung sangat peduli kebersihan, malah para pendatang yang buang sampah sembarangan (seperti kami lihat sendiri seorang wisatawan wanita meninggalkan stirofoam bekas makanan di bebatuan Pantai Tanjung Tinggi, dan akhirnya saya yang membuang sampah itu.). Tentu saja daya tarik utama pantai di Belitung adalah bebatuan berukuran raksasa yang tersebar dimana-mana. Saya membayangkan betapa dasyatnya letusan gunung berapi yang mampu mementalkan batu sebesar city hotel sampai sejauh itu. Detail lain yang membuat Belitung indah adalah Mercusuar Pulau Lengkuas. Mercusuar setinggi 65 meter itu telah berdiri kokoh sejak 1882, melewati entah berapa ratus badai dan gempa bumi, dan mungkin beberapa kali tsunami, tapi masih utuh berdiri, tak seperti jalan aspal yang baru dibuat tahun ini, tahun depan sudah harus diaspal ulang. Kami menaiki 313 anak tangga mercusuar untuk melihat pemandangan luar biasa indah dari Pulau Lengkuas dan Pulau Belitung. Hebatnya lagi, kaki kami tidak pegal setelahnya! Padahal sebelumnya ketika menuruni tangga di Pantai Karma Kandara Bali, kaki kami langsung pegal selama 2 hari.
|
Mercusuar tangguh di atas Pulau Lengkuas yang indah |
Bagi saya, Belitung bisa menjadi setenar Bali, karena secara historis memiliki kesamaan. Bali menjadi terkenal salah satunya karena publikasi tulisan-tulisan seperti tulisan oleh Dr Gregor Krause dan Miguel Covarrubias di tahun 1930-an, dan lukisan-lukisan seperti karya Andrien-Jean Le Mayeur dan Antonio Blanco. Belitung juga sama, meski dipisahkan jaman, dipopulerkan oleh novel Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) dan banyaknya yang berbagi 'lukisan' keindahan Belitung di Instagram. Apalagi Belitung memiliki modal untuk terkenal: Pantai yang indah (dan
sunset view); keindahan alam selain pantai (mercusuar, air terjun, danau); makanan yang enak (selama di Belitung kami makan 8 kali di berbagai tempat dan semuanya enak!); dan kearifan lokal yang masih terjaga (bahasa melayu, rumah adat, kain songket Cual khas Belitung).
|
Penduduk Belitung ramah, bahkan saat pasar ikan ramai, mau berpose |
|
Sunset di Pantai Tanjung Pendam yang tak begitu populer |
Indonesia memang kaya, memiliki banyak objek wisata yang luar biasa indah, dan Belitung bukanlah yang terindah jika dibandingkan dengan Maluku atau Flores atau Raja Ampat. Yang membuat Belitung begitu spesial bagi kami adalah Laskar Pelangi. Kami ingin merasakan berada di tempat yang sama dengan Ikal dan kawan-kawan, baik di novel maupun di film. Jadilah kami mendaki batu besar Pantai Tanjung Tinggi tempat adegan film anak-anak Muhammadiyah Gantong menatap pelangi, dan kami mengunjungi Manggar tempat Ikal harus bersepeda membeli kapur tulis (dan bertemu Aling), serta mengunjungi replika SD Muhammadiyah Gantong, sekolah miring yang digunakan untuk syuting filmnya. Ikatan emosional dengan cerita Laskar Pelangi ini yang melengkapi keindahan Belitung, yang membuat kami bermimpi untuk ke Belitung lagi.
|
Replika SD Muhammadiyah Gantong, semoga masih bertahan sampai kami kembali lagi |
No comments:
Post a Comment