Thursday, November 27, 2014

Lembar-Padangbai: Dekat di peta, Jauh diseberangi


Ketika bertemu sanak keluarga atau tetangga di kampung, sering kali pertanyaan yang diajukan adalah di mana sekarang bekerja, dan saat saya jawab di Lombok, maka sebagian besar akan bilang:
"Oo, di Lombok, deket kan..berapa lama nyebrangnya dari Lombok ke Bali?"
Saya jawab, "Biasanya sih 5 jam di laut, kadang kalau cepat bisa 4 jam, pernah juga 7 jam."
Dan mereka pasti terkejut.

Jika belum pernah mengalami perjalanan laut Lombok-Bali pasti tidak menyangka, karena secara awam melihat Lombok tidaklah sejauh itu, rata-rata mengira hanya memerlukan waktu 1 sampai 2 jam saja selama di laut. Meski terlihat dekat di peta, jarak Pelabuhan Lembar di Lombok, dengan Pelabuhan Padangbai di Bali adalah 36 Mil laut. Sebagai perbandingan, jarak Ketapang dengan Gilimanuk hanyalah 3 Mil laut, sehingga bisa ditempuh dalam waktu 15 menit saja. Selain jarak, ada juga faktor gelombang laut yang kencang, yang menjadi resiko tersendiri jika nahkoda tak mengambil rute agak memutar.



Perjalanan laut selama 5 jam apalagi dilakukan rutin 2-3 minggu sekali, seharusnya melahirkan banyak cerita, tapi kenyataannya tidak. Sebagian besar dari waktu 5 jam itu kami-para penglaju-gunakan untuk tidur, karena selepas perjalanan laut, masih ada perjalanan darat dari Padangbai ke rumah (1-3 jam tergantung lokasi rumah), atau dari Lembar ke kost di Mataram (40 menit). Cuma ada beberapa pengalaman "seru" yang saya ingat selama bertahun-tahun menjadi penglaju Lombok-Bali:

  1. Perjalanan terlama: 8 jam di kapal. Pelabuhan Lembar dilengkapi dengan 4 buah dermaga, rata-rata terpakai 3 dermaga, sedangkan pelabuhan Padangbai hanya memiliki 2 buah dermaga, tapi dari waktu ke waktu hanya 1 dermaga yang berfungsi. Jadi jumlah kapal dari Lombok ke Bali adalah 3 kapal dengan hanya 1 dermaga untuk sandar, sehingga seringkali terjadi antrean yang lama di Pelabuhan Padangbai. Nah kejadian 8 jam ini seperti itu, setelah melalui perjalanan laut 4 jam, kapal kami hanya terombang-ambing menunggu sandar di laut selama 4 jam! Sampai-sampai Pop Mie di kantin kapal habis karena semua penumpang telah kelaparan (Pop Mie boleh dibilang adalah satu-satunya makanan pokok di atas laut).
  2. Gelombang terbesar: Ga tau berapa meter. Gelombang laut di Selat Lombok lumayan kencang, dan biasanya di bulan Januari-Februari akan terjadi beberapa kali pelarangan melaut karena gelombag tinggi. Saat itu di akhir Desember di musim-musim hujan dan angin kencang, kapal kami terombang-ambing sangat keras. Biasanya meski gelombang lumayan tinggi dan kapal terombang-ambing, barang dagangan yang ditumpuk di meja kantin tak akan sampai jatuh. Tapi di hari itu Pop Mie, Chitato, dan Narmada botol di meja kantin sampai berjatuhan saking kerasnya goncangan. Shit Just Got Serious! Pas setelah barang dagangan berjatuhan, langsung saya dengar banyak penumpang melafalkan doa dalam keyakinannya masing-masing, termasuk saya. Suasana benar-benar menegangkan. Beruntung Tuhan dan Nahkoda mampu memandu kami selamat sampai Bali.
  3. Penyeberangan paling menyedihkan: Demam dan tak dapat tempat rebahan. Libur Lebaran tahun ini berakhir tak mengenakkan, karena saya mengalami sakit demam berhari-hari. Di hari harus kembali ke Lombok, kondisi demam masih terasa tapi saya yakin bisa menyeberang. Sialnya hari itu kapal sangat penuh dan saya datang terakhir, jadi semua kursi, kasur, dan lesehan yang layak telah terisi penuh. Saya hanya mendapat sebuah kursi kecil di kantin dengan pintu terbuka dan tanpa AC. Saya terkulai di kursi dengan masih memakai jaket lengkap, jadi saat tidak ada angin, rasanya panas minta ampun, tapi saat ada angin, datang angin kencang langsung dari laut. Alhasil sampai Mataram saya periksakan ke rumah sakit dan jadinya malah gejala Tipes.
  4. Penyeberangan paling menyebalkan: Gigitan puluhan Kutu Kupret! Pengalaman mengerikkan ini baru saja saya alami minggu lalu. Saat itu dari Bali menaiki kapal Dharma Kosala, salah satu kapal favorit penglaju. Kapal itu memiliki banyak sofa empuk dan tempat rebahan beralaskan karpet tebal. Saya memilih salah satu karpet tebal itu, dan hanya 5 menit rebahan, saya langsung merasakan gatal di sekujur tubuh (saat menulis ini saja sambil merinding). Gatalnya luar biasa, lebih dari digigit nyamuk. Area serangannya di leher, punggung, pinggang, dan lengan. Bahkan satu gigitan menyebabkan bentol sebesar telapak tangan di punggung. Jadi selama 5 jam di laut dini hari itu, saya tidak bisa tidur, hanya garuk-garuk badan, dan membunuhi kutu-kutu kupret itu (cuma bisa bunuh 5). Beberapa titik gatal bahkan masih terasa sampai sekarang.
Pelajaran yang saya petik dari sekian kali melaju Lombok-Bali kurang lebih seperti ini: Bawalah air yang cukup (sebotol Aqua tanggung minimal); uang yang cukup untuk beli Pop Mie (Rp10.000,00); dan jangan coba-coba tidur beralaskan karpet kapal, lebih baik di kursi atau sewa kasur busa.

3 comments:

  1. Nice blog...
    Senasib yaa... sama2 abdi negara terdampar di.lombok... emamg angin kencang itu bulan2 apa sih??

    ReplyDelete
  2. Nice blog...
    Senasib yaa... sama2 abdi negara terdampar di.lombok... emamg angin kencang itu bulan2 apa sih??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Angin kencang biasanya di Desember-Januari-Februari...tapi biasanya saya juga cek di internet untuk ancer2 ketinggian gelombang..klo gelombang di atas 3Meter, mending ditunda mudiknya or naik pesawat..
      http://maritim.bmkg.go.id/index.php/main/pra_penyeberangan_det/3

      Delete