Saturday, November 8, 2014

Sisi Yang Lain


Setiap hal memiliki lebih dari 1 sisi, minimal 2 sisi seperti dalam idiom dua sisi koin. Bagaimana cara melihat kedua sisi koin ini? Cara mudahnya dengan membalik koin itu sendiri. Bagaimana jika koin tertempel di meja kaca dan tak bisa dibalik? Harus berusaha lebih keras untuk melihat sisi lainnya dengan melihat dari balik meja kaca. Bagaimana jika koin tertempel di meja biasa? Nah ini saya serahkan pada kreativitas Anda dan seberapa penting untuk melihat sisi koin itu.

Berita-berita politik di TV akhir-akhir ini mengingatkan saya ke jaman dulu waktu membantu adik saya mengerjakan materi debat. Untuk setiap topik saya harus menemukan sisi positif dan negatif, meski untuk sebuah topik yang keliatannya sudah pasti satu sisi. Seperti halnya yang terjadi sekarang, program pemerintah sebaik apapun akan ada tentangan dari DPR, masing-masing dengan argumen yang kuat. Apalagi kalau masalahnya menaikkan harga BBM, menemukan sisi negatifnya semudah membalikkan koin tadi.

Di sisi yang lain, polemik politik ini juga memberikan pengaruh baik dan kurang baik. Baiknya dapat menjadi sebuah proses kontrol terhadap setiap kebijakan pemerintah, jangan sampai eksekutif semena-mena pada masyarakat. Pengaruh kurang baiknya polemik yang berkepanjangan ini adalah tertundanya program-program yang telah disusun pemerintah untuk menyejahterakan rakyat (meski hal ini juga masih bisa diperdebatkan). Apalagi jika dihadapkan pada sisa APBN yang tak seberapa di sisa dua bulan tahun anggaran 2014.

Saya pribadi setuju dengan rencana menaikkan harga BBM, bahkan kalau perlu hilangkan premium, lebih baik yang disubsidi pertamax, menjadi Rp10.000,00 per liter, jadi subsidi tak sampai Rp3.000,00. per liter. Sakit memang, tapi sakitnya sekali seterusnya mandiri. Sampai kapan bangsa yang besar ini mau tersandera oleh BBM, dan saya setuju sekali dengan judul sebuah acara parodi dulu sebelum ada ILK, "Republik BBM", republik yang dikendalikan oleh harga BBM.

Lihatlah Cina, negeri dengan penduduk terbanyak di dunia tapi dalam urusan alokasi dana subsidi BBM "hanya" berada di peringkat 30 dunia, sedangkan Indonesia ada di peringkat 14. Jadi harga BBM di Cina bisa jadi lebih mahal daripada di Indonesia, tapi harga barang-barang produksi Cina terbukti bisa lebih murah. Ternyata hal itu mungkin dilakukan, mempertahankan stabilitas harga di tengah naiknya harga BBM. Ini yang harus dipelajari dan diterapkan di Indonesia (tapi tak perlu tiba-tiba studi banding ke Cina juga). Saya yakin sebagian besar masyarakat akan menerima kenaikan harga BBM andai tak membuat harga sembako dan barang-barang ikut melonjak dengan persentase yang sama bahkan lebih besar dari persentase naiknya harga BBM. Sebagian lagi akan membalik koinnya.

No comments:

Post a Comment