Hari ini 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, hari lahirnya Raden Ajeng Kartini, seorang tokoh perempuan yang memiliki pemikiran visioner di masanya. Di jaman ketika perempuan hanyalah 'aksesoris' bagi laki-laki, Kartini memberontak dan menuangkan pemikirannya dalam barisan kata yang kemudian menjadi semangat Nusantara untuk mewujudkan emansipasi perempuan, atau kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Andai Kartini hanya melamunkan visinya tanpa disampaikan dalam kata dan kalimat, mungkin kita tak akan bisa melihat perempuan menjadi supir, guru, arsitek, Juru Sita Pajak Negara, anggota polisi, pilot, Menteri Negara, hingga Presiden! Seperti halnya di beberapa negara di Asia yang sampai saat ini masih melarang perempuan untuk menyetir mobil atau bahkan sekedar menonton sepakbola di stadion.
Itulah keajaiban kata.
Dari pelajaran sejarah, saya jadi tahu bahwa pemimpin hebat di masa lalu biasanya adalah orator ulung, seperti Julius Caesar, Abraham Lincoln, Winston Churchill, hingga Presiden Soekarno. Katanya jika mereka berpidato, bahkan anak kecil berhenti menangis. Seiring waktu, saya jadi berpikir bahwa di masa modern mungkin dunia sudah tak mementingkan lagi kemampuan orasi ini, sebagaimana Indonesia pernah dipimpin oleh B.J. Habibie dan Megawati, yang kemampuan berpidatonya tak bisa dibilang hebat. Tapi kemudian datanglah Obama.
Pemuda berkulit hitam dan bukan pebisnis kaya raya ingin bersaing dalam kontes terakbar di negara yang mayoritas berkulit putih, dan dunia melihat sendiri dia memenangi kontes tersebut. Dua kali. Bagaimana bisa? Salah satunya karena kemampuan berpidato yang istimewa. Ternyata publik 'Negeri Paman Sam' ingin bernostalgia dan merindukan sosok pujangga untuk menjadi pemimpinnya. Bahkan Sarah Palin, calon wakil presiden dari Partai Republik-lawan Obama di Pemilu 2008, ketika pertama kali menonton pidato Obama di TV menyatakan bahwa yang dia lawan bukan Pria, tapi Dewa dari kayangan (Greek God) karena begitu hebatnya menggugah setiap orang yang mendengarkan seperti menjadi pemujanya.
Kata bisa menjadi begitu kuat, mengantarkan 'Si Anak Menteng' dari kursi SD Franciscus Asisi di Jakarta ke kursi tertinggi di Negara Adi Daya, mengalahkan mesin kampanye triliunan rupiah. Kata bisa menjadi begitu kejam, ketika bullying di media sosial bisa membuat korbannya depresi hingga mati. Kata-kata yang telah diumbar ke publik seperti halnya menebar bulu angsa dari atas Monas, sangat sukar untuk menariknya kembali.
Mengapa R.A. Kartini yang menjadi simbol perempuan hebat Indonesia, bukan Cut Meutia atau Martha Christina Tiahahu atau pahlawan wanita lainnya? Mungkin karena kemampuan mengolah kata. Kata yang dijadikan wahana cita-citanya untuk melihat perempuan Indonesia yang bermartabat, yang tidak menunggu jaman untuk mengakui hak-haknya, tapi memperjuangkan sendiri martabatnya. Kartini mampu mengemansipasi pemikirannya meski dia sendiri mengalami perlakuan yang tidak setara dengan laki-laki. Sebagaimana saya kutip sedikit dari lagu Redemption Song dari Bob Marley (seorang penggubah kata hebat dan berhasil membuat bendera negara Jamaika dikenal di seluruh dunia, sampai di pelosok kampung di Lombok):
"Emancipate yourself from mental slavery
None but ourself can free our mind"
Selamat Hari Kartini Para Perempuan Hebat!
No comments:
Post a Comment