Menunggu orang tua panen |
Tulisan ini berdasarkan pengalaman saya selama menjadi Account Representative di KPP Pratama Praya yang memiliki wilayah kerja Lombok Tengah dan Lombok Timur (2013—2018).
Jika Anda pernah mengunjungi Lombok Tengah dan Lombok Timur, pasti pernah melihat lahan kebun tembakau terhampar di sepanjang perjalanan, khususnya di musim kemarau seperti bulan Agustus ini. Tembakau adalah komoditas paling tepat untuk ditanam di daerah kering dan minim curah hujan di Pulau Lombok bagian tengah, selatan, dan timur, seperti di Kecamatan Praya Timur, Terara, Sikur, dan Sakra. Daerah-daerah ini tak seberuntung Lombok Barat yang berlimpah air dan menjadi lumbung padi regional, atau daerah kaki Gunung Rinjani yang subur untuk aneka hortikultura. Tembakau hanya sekali musim tanam dalam setahun, tapi nilai ekonomisnya sangat tinggi, sehingga mampu untuk dijadikan mata pencaharian utama petani. Bahkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dari Pemerintah Pusat setiap tahunnya bernilai lebih dari Rp200 Miliar. Tembakau adalah penopang ekonomi bagi puluhan ribu petani dan ratusan ribu warga di Pulau Lombok.