Lombok, tak cukup satu tulisan kali ini saya sambung lagi dengan sekuelnya, masih tentang hal-hal unik yang terjadi di Lombok dan mungkin saja tidak terjadi di daerah lain di Indonesia.
5. Tukang Parkir, tukang parkir dimana-mana
Ciri khas
kota berkembang di Indonesia adalah keberadaan tukang parkir, terutama tukang
parkir liar yang tidak berseragam, tidak memberikan karcis parkir, dan tidak
tahu uangnya disetorkan kemana. Memang parkir menjadi ladang penghasilan yang
menggiurkan, Gubernur DKI sampai berani menggaji tukang parkir liar 2 kali UMP
atau sekitar 6 juta rupiah setiap bulan, asal mau menjadi tukang parkir resmi
dan menyetorkan uang parkir ke Pemprov DKI. Berarti setiap tukang parkir
diperkirakan mampu meraup lebih dari 6 juta rupiah setiap bulan! Bandingkan dengan menjadi kuli
panggul di pelabuhan, sebulan dapat 1,5 juta rupiah sudah beruntung, belum biaya
jamu buat encok pinggangnya.
Di Lombok
juga sama, apalagi di kota Mataram, tukang parkir ada dimana-mana. Yang membuat
unik adalah lokasi tukang parkir liar itu bekerja, seperti:
- Di area parkir Bank BUMN, yang mana sudah ada beberapa satpam yang berjaga dan area parkir ada di dalam lingkungan tembok Bank BUMN tersebut. Kalau dipikir-pikir, lebih aman motor dijaga sama satpam bertubuh kekar daripada oleh tukang parkir semenjana. Tukang parkir liar itu juga tidak membantu merapikan motor atau menyeberangkan di jalan.
- Di minimarket waralaba yang memiliki kebijakan bebas parkir. Di parkiran minimarket ini biasanya di awal berdiri akan dicat kata-kata “BEBAS PARKIR” berwarna putih, dan nantinya hanya tinggal kata “PARKIR” yang tersisa. Tapi ada sih beberapa tukang parkir baik yang mau mengambilkan air galon dan menaikkan di motor, dengan bayaran yang sama Rp1.000,00 dengan tukang parkir yang hanya modal nongkrong.
- Di Pura (tempat persembahyangan umat Hindu). Setahu saya di Pura Melanting Cakranegara, Pura Pasupati Polda NTB, Pura Narmada, Pura Lingsar, dan Pura Suranadi ada tukang parkirnya. Bagi saya yang terbiasa di Bali, ini agak aneh sih, tempat suci bisa ditagih parkir.
Pernah saya
mengalami ketika membeli nasi padang di dekat kost. Saat itu sudah malam dan
gelap, ruko di kiri kanan sudah tutup, penerangan hanya dari warung nasi
padang. Seusai makan dan kembali ke motor, saya melihat sesosok tubuh ganjil
mendekat dari kegelapan. Semakin mendekat hingga saya bisa melihat bahwa itu
bocah laki-laki berumur sekitar 5 tahun yang sedang menggendong adik
perempuannya berumur sekitar 2 tahun. Bocah itu berkata “Parkirnya pak” dengan
mantap. Dalam hati saya berpikir, anak sekecil ini sudah jadi tukang parkir?
Saya tanya “Berapa dik?” dan dia menjawab lugas “Seribu.” Saya cari receh di
dompet dan memberikannya sambil bilang
“Ini sudah pas ya.” Si bocah manggut-manggut sambil menghitung receh itu.
Sambil berlalu saya berpikir “Masih sekecil itu, saya kasi receh Rp500,00 dan 2
keping Rp100,00 pasti ga bisa ngitung
juga jadi berapa.” Jahat ya? Dikit kok.
Saking
seringya berurusan dengan tukang parkir, saya sampai memetakan jalur-jalur
berbelanja atau ATM yang tidak ada tukang parkirnya dan menyesuaikan rute
perjalanan dengan jalur bebas parkir tersebut. Lumayan hemat lah yau, sehari bisa 2-3 kali kena parkir soalnya.
6. Hujan-hujan enaknya cari yang anget: Gorengan! Tapi digorengnya 3 jam yang lalu
Mungkin
wajar jika pedagang gorengan sudah mempersiapkan dagangannya jauh sebelum
pelanggan memesan, jadi semua tempe, tahu, pisang, singkong, ote-ote, sudah
digoreng dan tinggal dikemas. Cuma yang saya alami beberapa kali memang mereka
menggorengnya saking jauh sebelum, gorengannya jadi super dingin dan tak lagi
crispy. Jadi meski warung gorengannya tak ramai, penjualnya masih sibuk
goreng-goreng sendiri sampai stok tepungnya habis.
Gorengan
mungkin biasa, nah kalau martabak telor? Kalau biasanya penjual akan menunggu
orang memesan martabaknya biasa atau spesial (tambah telur), di Lombok beda,
penjual sudah menggoreng martabak bahkan sebelum ada yang memesan. Lalu
martabak itu akan dijejer rapi seperti kasur di toko meubel, menunggu pelanggan
yang berbesar hati memesan martabak berdarah
dingin itu.
7. Nyongkolan, tradisi pernikahan khas Sasak
Nyongkolan
adalah tradisi dimana mempelai pria akan datang bersama rombongan keluarganya
untuk menjemput mempelai wanita, yang juga diikuti rombongan keluarganya. Nanti
mereka akan bertemu di satu titik untuk kemudian mempelai wanita akan ikut ke
rombongan mempelai wanita. Prosesi ini mirip dengan beberapa prosesi serupa di
Jawa dan Bali, bedanya di Lombok untuk Nyongkolan akan diiringi oleh orkes musik
yang bernama Kecimol.
Kecimol
umumnya memainkan lagu khas Sasak (kadang lagu dangdut nasional) dengan tempo
tinggi, jadi bayangkan jika lagu tradisional mendayu-dayu diaransemen oleh
David Guetta. Dentuman bas dari speaker-speaker
besar yang dibawa oleh Kecimol akan sampai merasuk jiwa setiap orang yang
kebetulan melintas atau dilewati. Dalam rombongan Kecimol ini berisi penyanyi,
pengatur musik, kadang ada pemain gitar dan drum, dan serombongan penari latar yang
tugasnya adalah berjoged mengikuti irama dan mengikuti kemana perginya sang
mempelai.
Dengan
rombongan terdiri dari Mempelai+keluarga+alat musik+penari latar, maka
peristiwa Nyongkolan akan menimbulkan kemacetan lalu lintas di jalan yang
dilalui. Kebetulan rute dari kantor kami di Praya menuju Mataram melewati jalur
yang umum digunakan untuk Nyongkolan, yakni Kec. Jonggat, Kec. Kuripan, Kec.
Kediri, dan Desa Bengkel. Jadilah ketika musim kawin tiba (terutama bulan
sebelum bulan puasa), rute pulang kantor yang biasa ditempuh dalam waktu 45-60
menit jadi 90-120 menit. Biasanya lewat grup Whatsapp akan langsung dikabarkan
apakah di jalan ada Nyongkolan atau tidak, dan kami (terutama pengendara mobil)
akan menunda pulang hingga prosesi selesai biasanya pukul 6 sore.
Teman saya
mengatakan pernah saat dia pergi ke Lombok Timur dari Mataram, menemui 7
Nyongkolan! Jadi bayangkan betapa macet dan lamanya perjalanan itu. (Yang
tinggal di Jakarta ga perlu ikutan membayangkan, di sana mah level macetnya sudah abnormal).
8. Menikmati indahnya Gili Trawangan di dalam
kendaraan mewah
Gili
Trawangan, magnet pariwisata paling populer di Lombok dari dulu hingga
sekarang dan salah satu kawasan Diving tersibuk di dunia (setiap beberapa puluh meter ada sekolah Diving, ada lebihd dari 20 sekolah di satu pulau kecil). Gili Trawangan menawarkan pengalaman indahnya pantai, beragamnya
biota laut, hotel dan restoran melati hingga berbintang, dan suasana malam yang
hidup. Gili Trawangan, sebagaimana
halnya Gili Meno dan Gili Air (jadi satu kesatuan bernama Gili MATRA) melarang
penggunaan kendaraan bermotor di dalam pulau, sehingga sarana transportasi
di sana adalah jalan kaki, bersepeda kayuh, sepeda listrik, atau menumpang
Cidomo.
Cidomo
adalah kendaraan khas Lombok berupa kereta kuda dengan roda berbahan ban mobil,
dan dikendalikan oleh seorang kusir. Cidomo menjadi sangat vital di Gili
Trawangan karena tidak ada opsi alat transportasi lain yang cukup cepat dan
mampu mengangkut banyak orang atau barang. Jumlah Cidomo di pulau juga dibatasi
sesuai aturan daerah, sehingga pulau tidak dipenuhi Cidomo saja. Dengan jumlah
yang terbatas dan peran yang vital, Cidomo di Gili Trawangan memiliki tarif
yang tak murah, rata-rata Rp50.000,00 sekali angkut penumpang, untuk keliling
pulau bisa sampai Rp75.000,00 dan harga tak bisa ditawar karena semua Cidomo
harganya seragam.
Saya dulu
memang sempat mendengar bahwa harga Cidomo di Gili Trawangan sangat mahal, dan
berkesempatan menanyakan langsung ke kusir Cidomo yang mengantar saat terakhir
berlibur disana (eh, kok lupa ya nama
Bapak itu). Dia mengatakan bahwa Cidomonya sempat ditawar Rp800 juta dan dia
tolak! 800 juta rupiah! Katanya dia akan pikir-pikir kalau tawarannya di atas 1
Miliar, karena penghasilan sebulan dari Cidomo cukup untuk biaya hidup, menafkahi keluarga, menyekolahkan anak, naik Haji, hingga kawin lagi. Di Mataram memang berkeliaran mobil mewah seperti Rubicon dan Range
Rover Sport, tapi ternyata Cidomo yang saya naiki-sampai kepala benjol karena
terbentur kapnya saat Cidomo lewat jalan berlubang-tak kalah mewahnya dari
mobil-mobil itu!
Kalau di
Bali sedang laris sewa Mini Cooper untuk sesi foto prewed, maka cukup menyewa
Cidomo di Gili Trawangan Anda sudah bisa sesi foto di pemandangan alam yang
indah dengan kendaraan yang harganya tak kalah dengan Mini Cooper.
Berminat merasakan langsung hal-hal unik tersebut?
Ayo berkunjung ke Lombok dan jangan hanya berdiam diri di hotel!
Part 1 (BIL; SPBU; Bakso; Bioskop)
Berminat merasakan langsung hal-hal unik tersebut?
Ayo berkunjung ke Lombok dan jangan hanya berdiam diri di hotel!
Part 1 (BIL; SPBU; Bakso; Bioskop)
No comments:
Post a Comment