Tuesday, May 30, 2017

Hidup adalah Persaingan


Beberapa bulan terakhir di instansi saya sedang gencar melakukan kunjungan ke masyarakat, jika sebelumnya yang kami kunjungi adalah mereka-mereka yang memiliki usaha besar atau ternama, maka kali ini yang lebih kecil pun disasar. Meski melelahkan, tapi selalu ada ilham dari setiap peristiwa, termasuk kunjungan-kunjungan ini. Sebagian besar mengingatkan saya untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah saya punya dan telah saya raih saat ini.

Sebelum heboh pro dan kontra terkait angkutan berbasis aplikasi atau online, sejak beberapa tahun lalu saya telah menyadari bahwa persaingan usaha bisa begitu berat dan untuk menjadi pengusaha berarti menjadi pejuang melawan persaingan. Setiap kali saya melihat ada warung atau kios atau toko yang tutup karena kalah bersaing, dalam hati saya berpikir bahwa mereka adalah pejuang yang gugur, yang akan bangkit kembali atau musnah dan tergantikan. Mereka adalah pejuang ekonomi, karena tanpa pengusaha dan pedagang (UMKM), ekonomi tidak akan hidup secara merata, dan bangsa ini akan sangat rentan diterpa krisis finansial apabila terlalu bergantung kepada korporasi besar seperti halnya telah terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.


Dari yang saya amati langsung di lapangan, persaingan usaha yang dialami bisa berbagai rupa jenisnya. Pertama: Persaingan dengan usaha sejenis dengan skala yang sama. Jadi waktu itu saya mengunjungi seorang Ibu pedagang buah di pasar Karang Bulayak Praya, namun saat ini dia sudah tidak lagi berjualan karena banyaknya pedagang buah yang berjualan di pasar dan akhirnya keuntungan yang didapat semakin kecil setiap bulannya. Karena suaminya telah bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga mereka, akhirnya Ibu tersebut berhenti berjualan dan memilih fokus mengurus anaknya yang masih SD. Hal serupa bisa saya lihat di sepanjang jalanan di Lombok ada banyak distro bermunculan namun setiap distro tak seramai dulu, mungkin segmen pasarnya yang sempit (anak muda, utamanya pria, biasanya masih SMA atau kuliah) tapi diperebutkan oleh banyak pelaku usaha.

Kedua: Persaingan dengan usaha sejenis tapi memiliki skala usaha yang lebih besar. Nah kalau ini jamak dialami secara alami, seperti halnya hukum rimba, yang terkuat yang akan bertahan. Ada seorang penjahit yang tinggal di kampung kecil yang saya kunjungi, awalnya agak heran dengan usaha jahit yang sederhana rumahnya terhitung besar. Ternyata penjahit tersebut awalnya memiliki kios kelontong di jalan utama Selong dan dulunya lumayan ramai. Namun sejak 2 tahun belakangan, berdiri Alfamart dan Indomaret di kiri dan kanan kiosnya, yang langsung menggerus penghasilannya. Akhirnya karena setelah dihitung kembali penghasilan yang diperoleh sangat kecil, dia akhirnya menutup kios tersebut dan sedang menjual bangunannya, kemudian beralih menekuni hobinya sejak muda yakni menjahit. Penghasilan dari menjahit memang sangat jauh dibanding dari kiosnya dulu, tapi terbukti jalan rejekinya masih ada dan dia masih bisa menghidupi keluarganya. Entah sudah berapa kios kelontong yang saya datangi yang mengeluhkan hal serupa, bagaimana swalayan waralaba telah membuat mereka ketar-ketir dengan keunggulan lampu-lampu, ruangan dingin, dan pelayanan ramah meskipun harganya bisa jadi lebih mahal.

Ketiga: Persaingan dengan usaha yang lebih kreatif atau fleksibel. Sedangkan untuk kondisi ini, yang saya temui rasanya usaha yang lebih kreatif yang menjadi pesaing cenderung ke arah ilegal atau melanggar hukum. Berawal dari bertemu pengusaha penggilingan padi di Sumbawa yang memiliki gudang seluas 1 hektar tapi dia mengeluhkan menurunnya pendapatan akibat penggilingan padi keliling, yang membawa alat giling seperti halnya mobil dan berkeliling dari desa ke desa. Meski kecil, penggilingan keliling ini mampu mengerjakan berkuintal-kuintal padi dalam sehari, belum lagi petani tidak akan dibebani ongkos pengiriman ke dan dari lokasi gudang penggilingan padi. Ternyata tren keliling ini juga terjadi di usaha pemotongan kayu atau shawmill. Baru pagi ini saya berjumpa dengan seorang Pengusaha kayu Pringgarata yang memiliki ijin dan memiliki gudang, namun sejak 5 tahun terakhir sudah dalam kondisi miris karena kurangnya pasokan ataupun pembeli. Pemotong kayu keliling juga menggunakan semacam mobil, bisa langsung ke lokasi hutan atau kebun tempat kayu ditebang, entah penebangan tersebut sudah berijin ataupun belum. Masih beruntung Pengusaha kayu itu memiliki sawah dan kebun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada juga perusahan-perusahaan besar pembeli tembakau virginia Lombok yang usahanya terusik dengan puluhan pembeli tembakau yang tak berijin dan hanya buka ketika musim panen, padahal Peraturan Gubernur NTB mengamanatkan setiap pengusaha pembeli tembakau virginia harus memiliki usaha tetap dalam rangka memberi pembinaan kepada petani selama penanaman dan panen, tak hanya buka ketika panen (dengan menyewa gudang kosong di pinggir jalan, atau malah berupa truk-truk saja) kemudian hilang entah kemana.

Di era modern ini saya merasa kecepatan adalah segalanya, mereka yang mampu memberi kecepatan mampu memenangkan persaingan. Kecepatan Samsung, Asus, dan Lenovo dalam menerapkan teknologi yang lebih canggih dan murah telah membuat pemain lama seperti Nokia dan Blackberry nyaris bankrut. Kecepatan pemesanan kendaraan melalui HP telah membuat angkutan berbasis daring merontokkan angkutan konservatif. Sayangnya demi kecepatan, ada juga pelaku usaha yang melanggar hukum seperti tidak mengurus ijin atau malah memang tidak memenuhi persyaratan ijin yang ditentukan. Pelanggaran hukum ini melahirkan persaingan yang tidak sehat dan nantinya pasti melahirkan masalah perekonomian. Seperti katanya Mahfud MD (mantan ketua MK RI), setengah dari masalah negeri ini akan tuntas apabila hukum ditegakkan secara benar. 

Hidup itu adalah serangkaian persaingan yang kita alami, persaingan masuk ke SD atau SMP atau SMA favorit, persaingan untuk diterima di PTN, persaingan dalam mencari pekerjaan, persaingan dalam memperebutkan hati pasangan, persaingan dalam memperoleh kuota Haji, dan persaingan-persaingan lainnya yang pernah Anda alami dan menangkan. Merasa tidak pernah memenangi persaingan? Anda sendiri adalah hasil dari kemenangan lho! Kemenangan sebuah sperma bersaing melawan jutaan sperma lainnya sehingga berhasil membuahi 1 sel telur dan akhirnya menjadi janin dan menjadi Anda sekarang ini. (Kecuali yang membaca ini adalah robot, maka poor you, you’re not a product of a successful competition.




No comments:

Post a Comment