Tuesday, April 11, 2023

Kejujuran Kunci Kehidupan

Pada jaman dahulu kala, hiduplah sendirian seorang Petapa di tengah hutan belantara. Petapa ini setiap hari hidup dengan menikmati hasil hutan, itupun yang dinikmatinya adalah buah-buahan yang telah jatuh dari pohonnya. Kadang kala Petapa melakukan puasa selama berhari-hari ketika khusuk dalam meditasinya.

Berkat keteguhan hati dalam bertapa, Dewata datang di tengah pertapaannya dan memberi sang Petapa anugerah, yakni empat ekor burung dengan nyanyian yang sangat merdu. Dewata memberi petunjuk bahwa keempat burung ini apabila diberikan sebagai hadiah kepada orang lain, maka setiap burung akan membawa berkah yang berbeda, yakni kejujuran, kepercayaan, kekayaan, dan ketenaran. Petapa menerima anugerah Dewata dengan sangat bahagia, dan hidup bersama keempat burung tanpa perlu disangkar karena keempatnya sangat jinak.

Suatu hari seorang Pedagang sedang berteduh di hutan dari lelahnya berjalan dari kampung ke kampung untuk menjajakan kain dagangannya. Saat Pedagang melihat sang Petapa yang tampak kurus kering, dia membagi makanan bekal yang dibawanya pada Petapa. Petapa pertama kali merasakan ketulusan berbagi dari orang lain dan sudah sekian lamanya dia hanya memakan buah-buahan, sehingga sangat berbahagia hatinya menikmati bekal dari Pedagang.

Sebagai wujud terima kasihnya, Petapa pun memberikan keempat burung anugerah Dewata pada si Pedagang, sambil berpesan bahwa kelak dia akan meminta seekor burung kembali, karena dia sudah terlalu terbiasa mendengar indah kicauan burung tersebut. Pedagang sumringah menerima keempat burung, yang dengan tenang bertengger pada gerobak dagangannya, dan kembali ke kampungnya.

Dua bulan berselang, akhirnya Petapa pun memenuhi ucapannya dan mengunjungi rumah Pedagang, yang ternyata sangat besar dan ramai dengan pembeli hilir-mudik. Pedagang sangat senang melihat Petapa dan menyambut dengan hidangan yang melimpah. Pedagang bercerita bahwa sejak keempat burung berkicau di rumahnya, peruntungannya seperti berbalik, usahanya begitu maju dan kini Pedagang telah tenar sebagai saudagar kain hingga ke seluruh negeri.

Petapa akhirnya mengungkap bahwa keempat burung adalah anugerah Dewata dengan setiap burung memiliki berkah kejujuran, kepercayaan, kekayaan, dan ketenaran. Pedagang akhirnya mengerti bahwa bukan kebetulan usahanya sangat maju dua bulan terakhir. Petapa kemudian menagih seekor burung untuk menemaninya kembali ke hutan, dan mempersilakan Pedagang untuk memilih burung dengan berkah apa yang akan diberikan pada Petapa kembali.

Pedagang berpikir keras sambil terus memandangi keempat burung cantik tersebut. Akhirnya dia memutuskan bahwa Petapa tak akan membutuhkan ketenaran, kekayaan, pun kepercayaan, biarlah itu menjadi miliknya, dan dia mengembalikan burung kejujuran pada Petapa. Petapa menerima dengan senang, dan burung kejujuran bertengger pada tongkat berjalannya, menemani Petapa berjalan kembali ke tengah hutan.

Enam bulan berselang, Petapa memutuskan untuk mengunjungi kawannya sang Pedagang sekaligus melihat kondisi ketiga burungnya. Berjalanlah Petapa ke rumah Pedagang, namun terheran-heran karena kondisinya tak seperti dulu, rumah pedagang sepi dan tampak terbengkalai. Pedagang menemui Petapa dengan wajah kuyu, menceritakan bahwa sejak burung kejujuran pergi, ketiga burung tak lagi betah di rumahnya. Satu persatu burung terbang pergi dari rumahnya, dan sejalan dengan itu usahanya pun mengalami penurunan drastis hingga sepi seperti sekarang.

Petapa meresapi cerita Pedagang dan akhirnya memahami maksud dari Dewata. Petapa pun menjelaskan pada Pedagang bahwa kejujuran adalah kunci kehidupan. Perginya kejujuran, membuat kepercayaan ikut meninggalkan pedagang. Dengan tidak adanya kepercayaan, lambat laun kekayaan pun pergi, dan tanpa kekayaan, ketenaran menyusul menghilang dari hidup Pedagang. Pedagang akhirnya mengakui bahwa terlalu mabuk akan ketenaran sehingga tak lagi menjalankan usahanya dengan baik dan jujur, menjual kain biasa dengan harga mahal karena namanya telah terkenal.

Dalam terminologi modern, dikenal istilah “Keystone Habits” yakni kebiasaan kunci yang dapat menghadirkan kebiasaan baik lainnya secara tidak disadari. Peneliti dari Virginia Polytechnic Institute menemukan fenomena “Keystone Habits” ini dengan mencoba menerapkan satu kebiasaan kunci yakni menjelaskan dan meminta pengemudi pengantar pizza untuk memakai sabuk pengaman. Ternyata setelah pengemudi rajin memakai sabuk pengaman, kebiasaan berlalu lintas lain seperti selalui menyalakan lampu sein juga meningkat. Peneliti berpendapat bahwa memakai sabuk pengaman adalah kebiasaan kunci untuk menjadi lebih tertib berlalu lintas.

Kejujuran merupakan “Keystone Habits” yang seharusnya ditanamkan sejak dini pada generasi penerus. Model penerapannya seperti membuka kantin kejujuran di TK dan SD, meskipun kantin kejujuran ini lebih umum ditemui di perkantoran. Masalah korupsi yang begitu mengakar di negeri ini pun sepertinya hanya bisa dilawan dengan menanamkan kejujuran sejak dini. Seorang yang jujur tak akan mengambil yang bukan haknya, tak akan berlaku curang untuk mencapai tujuannya, dan akan selalu berusaha dengan kemampuan terbaik yang dimilikinya.



 

No comments:

Post a Comment