Tuesday, June 9, 2015

Instagram, changes where people travel


Instagram saat ini tengah di puncak popularitasnya, aplikasi buatan Kevin Systrom dan Mike Krieger di tahun 2010 ini, telah memiliki lebih dari 300 juta pengguna, lebih banyak dari seluruh penduduk Indonesia!

Seperti halnya Facebook, Instagram menjadi sangat terkenal karena aplikasi ini menjadi sarana bagi seseorang untuk berbagi apa yang ada dalam pikirannya (atau dalam kameranya) pada banyak orang, sebagaimana Maslow berteori bahwa kebutuhan manusia yang paling puncak adalah kebutuhan Aktualisasi diri. Jika Facebook hanya memungkinkan berbagi dengan teman, Instagram memungkinkan seseorang mengaktualisasi dirinya dan dilihat oleh siapapun di seluruh dunia. Kalau perlu digunakan banyak hashtag untuk memungkinkan semakin banyak orang yang melihat fotonya.

Saya sendiri memiliki teori bahwa Instagram telah mempengaruhi kemana orang bepergian. Orang-orang (terutama anak muda) saat ini cenderung bepergian ke tempat-tempat yang yang populer di Instagram, terutama pantai, cafe, restoran, dan tempat nongkrong lainnya. Foto-foto indah dari paket perjalanan ke Pulau Komodo atau Kakaban, telah membuat objek wisata tersebut makin terkenal dan makin banyak wisatawan domestik berkunjung. Hal ini juga dialami tempat wisata lainnya, tak perlu biaya promosi jutaan rupiah, foto-foto gratis di Instagram malah lebih efektif. Tentu saja ada peran acara jalan-jalan yang makin banyak di TV seperti My Trip My Adventure, yang rajin menguak pesona wisata baru yang belum terjamah.

Lain halnya dengan tempat makan, jika sebelumnya tempat makan yang terkenal adalah tempat makan yang enak, maka setelah era Instagram yang terkenal adalah tempat makan yang bagus untuk tempat foto dan mudah dikenali orang (istilah kerennya stand out). Makanannya tak perlu enak, harganya tak perlu masuk akal, yang penting hasil fotonya keren dan banyak yang suka di Instagram. Tempat seperti Rockbar@Ayana dan berbagai beach club di Seminyak kini mulai ramai oleh wisatawan lokal, padahal sebelumnya hanya diisi oleh turis mancanegara.

Saya juga melihat kecenderungan rumah makan atau restoran (terutama yang modalnya besar seperti yang dimiliki artis) memilih untuk menekankan pada dekorasi yang unik sehingga bisa menjadi objek foto, seperti memajang piano klasik, gitar ukuran jumbo di dinding, atau lampu gantung yang super mewah (yang kadang tak nyambung dengan konsep tempatnya). Yang modalnya terbatas juga bisa dengan memajang foto-foto antik zaman kolonial Belanda, atau sekalian memajang barang koleksi Kakeknya ketika kecil seperti mesin tik dan sepeda ontel. Masalah rasa? Nanti bisa ditingkatkan seiring waktu. Harganya? Asal tempatnya bagus, harga yang tak kompetitif pun tetap dibayar (tentu sangat membantu jika ada mesin gesek kartu kredit).

Instagram, aplikasi kecil, sederhana, dan gratis tapi mampu mengubah kebiasaan (sebagian besar) manusia dalam bepergian.


No comments:

Post a Comment