Indonesia adalah Negara yang sangat kaya dengan sumber daya
alam melimpah, beraneka suku bangsa dan bahasa, pilihan objek wisata yang terus
bertambah, dan juga warisan kuliner yang tak terhitung jumlahnya. Kuliner asli
Indonesia tak kalah lezat dengan masakan Meksiko ala film “Chef” atau masakan
Prancis dan India dalam film “The Hundred-Foot Journey”, rendang sebagai
buktinya. Sebagai makanan terenak di dunia menurut salah satu survey internasional,
memang sudah seharusnya kelezatan rendang diangkat dalam film, seperti dalam film “Tabula
Rasa”.
Kuliner asli Indonesia juga mendapat pengaruh dari Negara-negara lain,
contohnya pengaruh dari Cina sehingga tercipta makanan seperti nasi goreng,
lumpia, dan tahu isi. Tahu isi saat ini bisa ditemui di hampir seluruh
Indonesia, lengkap dengan gerobak khasnya serta ditemani jenis gorengan lain
seperti tempe, pisang goreng, ubi goreng, dan bakwan. Saya suka tahu isi selain
karena rasanya enak, juga karena sensasi memakannya, kulitnya yang renyah
dengan tahu yang lembut dan sayuran berserat di dalamnya (biasanya isinya ada
tauge, kol, dan wortel). Tak seperti gorengan lainnya, tahu isi ini tergolong
makanan berat karena rata-rata sebuah tahu isi ukuran besar mengandung 200--250
kalori. Bandingkan dengan sepiring nasi yang secara rata-rata mengandung 300
kalori atau mie instan (rata-rata 350 kalori). Jadi kalau ingin perut langsing
jangan ngemil tahu isi, pilih kuaci
saja.
Secara pribadi saya memiliki pengalaman bak nostalgia dengan tahu isi. Saat itu saya masih kelas 3 SMP dan tinggal indekost sendiri agar dekat dengan sekolah dan hemat biaya transportasi, dan setiap sabtu siang biasanya saya dijemput kakak (yang telah kuliah) untuk pulang ke rumah orang tua. Uang bekal saya selama seminggu memang tidak banyak, jadi setiap sabtu biasanya saya hanya membeli 2 buah tahu isi (dengan harga Rp250,00 sebuah) untuk pengganti makan siang, lumayan sekaligus hemat beras. Saat itu tentu saya tak tahu bahwa kandungan kalori tahu isi sebanyak itu, tapi yang jelas kalau kakak terlambat menjemput (seringkali baru dijemput pukul 4 atau 5 sore) rasanya seluruh tubuh lemas karena kelaparan dan hanya bisa meringkuk di kasur.
Hikmah dari pengalaman itu adalah saya jadi tahu kalau surga itu nyata,
senyata menikmati nasi dan lauk-pauk buatan ibu ketika sampai di rumah. Tanpa
perut selapar itu pun, masakan ibu sudah sangat lezat!
Saya selalu bersyukur karena keadaan membaik setelah itu, apalagi
sekarang saya telah memiliki penghasilan sendiri yang lebih dari cukup dan
kadang bisa berbagi dengan orang lain. Memang kita baru bisa menikmati sejuknya
angin setelah berkeringat terlebih dahulu.
Selamat tahun baru 2015!
Terima kasih untuk semua yang telah terjadi di 2014, semoga tetap diberi
umur panjang dan kesehatan di 2015 agar tetap bisa menikmati hidup dan
menikmati tahu isi!
No comments:
Post a Comment